Indonesia And The World

  • Domestic Politics of Indonesia
  • Foreing Policy of Indonesia
  • Kuliner
  • Traveling
  • culture
  • sport

Jumat, 16 November 2012

Andai Aku Jadi Ketua KPK




Memberantas korupsi adalah suatu tanggung jawab yang sangat berat dan sarat dengan resiko bahaya dari lingkungan politik baik dalam internal institusi maupun lingkungan eksternal. Utamanya bagi pimpinan tertinggi dalam lembaga seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Meskipun demikian, pekerjaan itu sepertinya sangat menantang dan menarik. Mengingat kondisi Indonesia yang saat ini begitu “memprihatinkan karena korupsi”, maka mungkin tidak sedikit orang Indonesia tertarik untuk menjadi bagian dari KPK, termasuk saya.
Namun, terkadang karena rakyat Indonesia sudah sangat bosan mendengar banyaknya kasus korupsi yang tak kunjung selesai, seperti terdapat kasus korupsi yang sudah 20 tahun namun belum juga selesai, maka tak heran jika begitu banyak rakyat Indonesia yang memiliki ide-ide yang sangat ekstrim bahkan tak jarang “tidak logis” untuk diterapkan dalam penyelesikan kasus korupsi.
Menjabat sebagai ketua KPK, tentu saja di perhadapkan dengan realitas kehidupan berbangsa yang sebenarnya. Terdapat berbagai regulasi berupa UU yang mengatur tugas, fungsi dan kewanangan KPK, juga terdapat aktor-aktor politik dan bisnis yang bersebrangan dengan visi dan misi KPK. Oleh karena itu, penyelesaian korupsi bukan suatu hal yang bisa selesaikan dengan “berhayal”.
Jika suatu saat saya memiliki kesempatan untuk menjadi ketua KPK maka, hal pertama yang akan saya lakukan adalah membuat target pemberantasan korupsi sampai dengan tahun 2020. Dalam jangka waktu 8 tahun tersebut, KPK harus mampu menyelesaikan setidaknya 92% kasus korupsi di Indonesia. Baik kasus korupsi peninggalan Orde Baru hingga kasus yang terjadi sampai 2020. Utamanya kasus grand corruption dan yang langsung menggangu atau bersinggungan dengan kepentingan nasional (national interest). Yang tak kalah penting adalah KPK harus mampu mempengaruhi maindset para pejabat dan generasi muda bahwa korupsi itu merupakan perilaku yang harus dihindari karena merupakan ekstraordinary crime. Melalui tindakan deteksi dini terhadap setiap kasus korupsi maka, setidaknya akan memberikan efek jerah kepada pelaku maupun calon bibitnya.
Target penyelesaian 92% kasus korupsi dalam rentan waktu delapan tahun akan dibagi menjadi dua tahapan. Tahapan pertama (empat tahun pertama) yang ditargetkan mencapai angka 54% dengan sasaran lembaga Kementrian, DPR dan BUMN. Sedangkan tahapan kedua mencakup tiga institusi penting negara yaitu Kejaksaan Agung, Polri, Pemda, dengan porsi 38%.
Berdasarkan hasil analisis audit BPK 2008-2010, menunjukkan bahwa dari 83 kementrian dan lembaga negara, sembilan kementrian masuk menduduki sepuluh besar yang dianggap paling berpotensi terkorup termasuk Kemkeu. Dan sampai Juni 2012, kondisi tersebut sepertinya tidak jauh berubah. Hal serupa juga terjadi di DPR baik pusat maupun daerah yang masih sangat suka rela melakukan korupsi seperti yang baru-baru lontarkan oleh Dahlan Iskan bahwa terdapat sejumlah anggota DPR yang memeras BUMN. BUMN sendiri sepertinya tidak lepas dari praktek korupsi meski jumlahnya masih sedikit.
Kementrian, DPR dan BUMN adalah tiga instansi penting dalam pembangunan nasional, oleh karena itu harus segera disterilkan.
Langkah pertama untuk mencapai target menyelesaikan sekurang-kurangnya 54% kasus korupsi pada empat tahun pertama yaitu dengan meningkatkan SDM dan membangun semangat kerja seluruh aparat di KPK pusat dan daerah. Dengan dukungan tersebut, saya akan menggunakan UU terkait kewenangan KPK sebagai instrument untuk memaksimalkan pencapaian target pemberantasan korupsi
Sesuai dengan kewenangan yang miliki oleh KPK pada Bab II pasal 7 UU No. 30 tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, maka sebagai ketua KPK, saya akan dapat meminta informasi tentang kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi dan meminta laporan instansi terkait mengenai pencegahan tindak pidana korupsi, secara cepat dan detail. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) adalah salah satu lembaga yang akan saya ajak untuk berkerjasama. Dengan kapasitas yang dimiliki oleh BPK dan dengan dukungan data dari lembaga tersebut, akan ditangani dan dianalisis oleh seluruh staf ahli KPK dan diikuti dengan tindakan penyidikan, termasuk didalamnya yaitu penyadapan.
Pasal 12a UU No. 30 tahun 2002 (sesuai hasil revisi) tentang penyadapan sangat memungkinkan KPK memaksimalkan deteksi dan penyelidikan terhadap berbagai indikasi maupun kasus korupsi yang sedang dalam penyelidikan, tanpa harus meminta izin tertulis terlebih dahulu kepada kepala pengadilan negeri.
Dengan penaganan korupsi secara cepat dan tepat, maka KPK dalam penyelesaian setiap kasus korupsi dapat mengefisienkan waktu dan dana.
KPK dibawa pimpinan saya, akan melakukan pendekatan ke Polri dan Kejaksaan Agung sebagai upaya untuk mendorong tugas dan fungsi KPK secara optimal. Hal ini penting  terkait sejumlah UU yang mengatur ataupun terkait dengan KPK seperti, UU No. 28 Tahun 1999, UU No. 31 Tahun 1999, UU No. 20 Tahun 2001, UU No. 30 Tahun 2002  Bab II pasal 6 dan 7 bagian a, UU No. 8 Tahun 2010, UU No. 6 Tahun 2011, dalam upaya pemberantasan korupsi, KPK selalu dituntut untuk melakukan koordinasi dengan instansi terkait yang juga berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi seperti Polri dan Kejaksaan Agung.
Saya tidak akan membiarkan satu pun kasus korupsi dalam prosesnya penyidikannya dibiarkan berlarut-larut. KPK harus segera mengambil ahli semua penyidikan lanjutan atas kasus korupsi yang tidak segera ditindaklanjuti oleh Pengadilan negeri ataupun Kejaksaan Agung. KPK akan memberikan tenggang waktu satu bulan setelah kasus itu diajukan dan jika tidak di tindaklajuti, maka akan segera diambil ahli kembali oleh KPK.
Strategi penting lainnya adalah akan diberikan reward kepada setiap pelapor adanya indikasi korupsi di lembaga manapun sesuai dengan porsinya masing-masing dengan jaminan kerahasiaan identitas pelapor. Jika pelapor atau saksi hanya melaporkan tanpa ada bukti, maka akan diberi reward berupa pemberian poin satu untuk satu kasus. Akan tetapi, bila laporan tersebut disertai dengan bukti maka akan diberikan dua poin Setelah terkumpul 20 poin, maka pegawai tersebut akan dinaikkan pangkat satu tingkat. Dalam hal ini, KPK terlebih dahulu harus bekerja sama dengan Kemendag, atau melalui Presiden KPK dapat mengajukan usulan untuk kenaikan pangkat bagi setiap pegawai yang berpartisipasi dalam pemberantasan korupsi.
Dan untuk mencegah terjadinya korupsi diberbagai lembaga, saya akan melakukan pengkajian terhadap sistem pengelolaan administrasi di semua lembaga negara dan pemerintah untuk melihat celah atau peluang terjadinya korupsi di lembaga tersebut sekaligus menyarankan untuk mengubah sistem pengelolahan administrasi yang berpotensi memunculakan terjadinya kasus Korupsi.
KPK harus menekan setiap pejabat negara tak terkecuali untuk melaporkan kekayaannya per triwulan kepada KPK, dengan membuat regulasi.
Guna pencapaian target 54% penyelesaian kasus korupsi pada empat tahun pertama, dapat di dukung dengan upaya-upaya berikut; pertama, dengan memanfaatkan prinsip Independen yang dimiliki oleh KPK yang juga dibawahi langsung oleh Presiden, maka saya akan mengusukan dibentuknya Tim Intelijen KPK (TIK). TIK ini akan berada langsung dibawah KPK tanpa ada intervensi dari lembaga lainnya. Pembentukan TIK ini sepertinya akan bisa untuk disetujui oleh Presiden, tapi tidak mungkin disetuji oleh DPR. Oleh karena itu, KPK dapat membentuk TIK ini tanpa koordinasi dengan DPR ataupun Presiden sekalipun.
Kedua; KPK akan memperluas kerjasama bilateral dengan negara-negara yang berhasil memberantas korupsi di negaranya seperti Hongkong dan berbagai negara lainnya sebagai upaya untuk mendeteksi tindak pidana money laundering koruptor Indonesia.
Ketiga; saya akan menanamkan prinsip untuk tidak tebang pilih kasus dengan mengutamakan penanganan yang cepat dan tepat, kepada semua patner saya di KPK.
Target  Kedua di dalam pemberantasan korupsi yang akan menjadi sasaran saya adalah Polri, Kejaksaan Agung dan Pemda.
Saya sengaja menempatkan lembaga-lembaga ini sebagai sasaran kedua karena KPK tidak mungkin bisa bergerak sendiri dan bisa “survive” dalam penagangan praktek korupsi baik secara regulative maupun secara alamiah dalam penyelesaian kasus korupsi di Kementrian, DPR dan BUMN.
Polri, Kejaksaan Agung dan Pemda, merupakan ketiga lembaga yang tidak luput dari tindak pidana korupsi. Polri pernah dinobatkan sebagai salah satu instansi terkorup. Sedangkan Kejaksaan Agung dalam empat tahun terakhir merupakan juara pertama lembaga negara terkorup sesuai dengan analisis audit BPK. Tak jauh berbeda halnya dengan Pemda. Dimana pada semester I tahun 2012 oleh ICW dikatakan bahwa tren korupsi lebih didominasi oleh pegawai Pemda. Hal ini dapat dilihat dari total 597 tersangka, ternyata 283 orang diantaranya merupakan pegawai di level pemerintah daerah.
Target kedua ini memang sepertinya cenderung sulit mengingat KPK harus berhadapan dengan sesama instansi penegak hukum utamanya dalam pemberantasan korupsi dan harus berhadapan dengan begitu banyak kasus yang korupsi oleh Pemda.
Namun tidak berarti tidak mungkin untuk melakukan pemberantasan korupsi di lembaga ini.
KPK dapat berpegang pada pasal 6c UU No. 30 tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang bertugas sebagai supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi seperti Polri dan Kejaksaan Agung. Jadi, KPK dapat melakukan pengawasan atas lembaga tersebut.
Selain itu strategi poin akan tetap saya berlakukan namun dengan format berbeda. Karena para pemangku di Polri dan Kejaksaan Agung kemungkinan besar tidak akan setuju jika terdapat peningkatan pangkat bagi anggota yang melaporkan indikasi korupsi dan di satu sisi, anggota pun mungkin tidak akan berani karena takut ketahuan oleh atasannya. Oleh sebab itu, KPK akan memberikan poin satu bagi anggota yang yang melaporkan indikasi korupsi dan dua poin untuk bisa menyertakan bukti dengan jaminan kerahasiaan identitas pelapor. Setelah poin terakumilasi sebanyak 15 maka, akan ditukar dengan uang sejumlah Rp. 10.000.000,00. Rasanya jumlah  tersebut pantas untuk sebuah keinginan akan bersih dari korupsi.
Dan anggota yang berhasil mengumpulkan akumulasi sebanyak 100 poin, maka akan dianugerahi Penghargaan Pahlawan Anti Korupsi dari KPK.
Sedangkan untuk pemberantasan korupsi di Pemda. KPK memberlakukan sistem reward sebagai strategi tambahan. juga akan memberikan reward kepada setiap pegawai daerah yang melaporkan adanya indikasi korupsi di instansi mereka masing-masing, dengan jaminan kerahasiaan identitas pelapor. Sistem pemberian reward akan sama halnya dengan yang berlaku untuk Kementrian, DPR dan BUMN.
Penulis: Naota A. Parongko

Tidak ada komentar:

Posting Komentar