Dewasa ini, perkembangan dunia yang kian pesat turut mempengaruhi tingkat daya saing setiap Negara dalam segala bidang untuk bersaing satu sama lain guna melakukan pembangunan nasional secara cepat dan berkesinambungan (sustainable development). Kemampuan Negara untuk melakukan pembangunan secara keseluruhan akan turut menentukan posisinya dipercaturan dunia internasional. Setiap Negara yang berhasil melakukan pembangunan akan sangat dipertimbangakan dan memiliki peranan penting baik secara regional maupun internasional. Misalnya Cina dan India merupakan negara yang secara perlahan melakukan pembangunan dan terbukti mulai memiliki peranan yang cukup penting dalam mengendalikan laju perekonomian negara-negara di Asia. Namun, kemajuan yang sekarang ini dinikmati oleh Cina dan India belum sepenuhnya mencapai pembangunan yang berhasil ( baru memasuki pembangunan tahap awal) karena keduanya belum mampu memenuhi beberapa indikator pembangunan lainnya.
Model/strategi pembangunan yang pasca Perang Dunia
II sampai sekarang masih menjadi sorotan dan menjadi topik perbincangan
kalangan akademisi yakni model pembangunan nasional (national building) di
Negara-negara dunia ketiga. Pembangunan adalah proses perubahan yang
direncanakan untuk memperbaiki berbagai aspek kehidupan manusia (Portes 1976).[1] Perubahan
yang direncakan dalam pembangunan mencakup seluruh sistem sosial masyarakat
mulai dari ekonomi, politik, infrastruktur, pertahanan, pendidikan, teknologi,
kesehatan. Perubahan dalam system ekonomi misalnya terjadinya peningkatan
kualitas dan kuantitas produksi, perubahan basis ekonomi dari importir menjadi
eksportir (produksi berbasis pada ekspor), peningkatan penerimaan devisa dari
seluruh aktivitas ekonomi,dll. Dari aspek politik, pembangunan biasanya
ditandai dengan adanya stabilitas politik dalam negeri. Sedangkan pembangunan
pada aspek pertahanan diindikasikan dengan terjaminnya keamanan nasional.
Adapun beberapa indikator pembangunan yang banyak digunakan oleh
lembaga-lembaga internasional, diantaranya; Kekayaan Rata-rata (GDP dan GNP, Perkapita),
Distribusi pendapatan (pemerataan), kualitas kehidupan, kerusakan linkungan dan
keadilan sosial dan berkesinambuangan.
Ada beberapa Negara di kawasan Amerika Utara, Asia,
Afrik, Amerika Latin dan Eropa Barat yang melakukan pembangunan nasional dengan
mengadopsi teori modernisasi. Dengan karakteristik nasional yang berbeda-beda
menggunakan satu model yakni modernisasi tentunya akan menghasilnya hasil yang berbeda pula. Negara-negara di
Kawasan Amerika Utara dan Eropa Barat telah berhasil melakukan pembangunan
secara evolusi pada abad ke 18 dengan model/konsep pembangunan yang sama
(konsep modernisasi).
Pada perkembangannya kemudian, keberhasilan
pembangunan yang diterapkan pada negara-negara di Eropa ini memberikan
pemikiran lanjut untuk melakukan ekspansi pasar ke negara-negara dunia Ketiga,
dan banyak memberikan bantuan untuk pembangunannya; dalam kenyataannya,
keberhasilan yang pernah diterapkan di Eropa, ternyata banyak mengalami
kegagalan di negara-negara dunia Ketiga. Kemudian, mereka mencoba memberikan beberapa
alternatif pemecahan masalah berdasarkan cara pandang mereka. Adapun asumsi
dasar teori modernisasi seperti yang terlihat ada table di bawah ini.
Asumsi teori
modernisasi tentang kondisi dan perkembangan ekonomi dunia[2]
Asumsi Tentang
|
Uraian
|
Pola sejarah perekonomian dunia
|
1)
Kemiskinan dunian terjadi sejak tiga
abad yang lalu;
2)
Revolusi industri telah menciptakan
Negara-negara kaya di dunia pertama (Eropa Barat dan Amerika Utara);
3)
Industrialisasi akan merambat ke
Negara-negara dunia ketiga, melalui proses difusi;
4)
Semua masyarakat di dunia pada
akhirnya akan mencapai kemakmuran
|
Sumber penyebab kemiskinan global
|
Karakteristik bangsa-bangsa di dunia ketiga yang telah menciptakan
kemiskinan seperti:
1)
Tidak memiliki modal untuk industrialisasidan
investasi di sector ekonomi modern.
2)
Tidak punya teknologi untuk
industrialisasi yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi
3)
Pola budaya tradisional yang
menghambat etos kerja,kreativitas dan inovasi
4)
Angka kelahiran dan pertumbuhan
penduduk yang tinggi
|
Peranan Negara-negara kaya dalam
ekonomi global
|
Negara-negaar kaya dapat membantu Negara-negara miskin
melalui:
1)
Program pengendalian angka
kelahihan/keluarga berencana;
2)
Transfer teknologi dan bantuan
pendidikan untuk meningkatkan produksi pangan dan industrialisasi
3)
Investasi melalui penanaman modal
asing (PMA)
4)
Bantuan dana/ hutang luar negeri
|
Dengan melihat asumsi dasar tentang
penyebab kemiskinan di dunia ketiga seperti pada tabel diatas maka, para ahli
seperti W.W.Rostow mengemukakan beberapa solusi untuk menciptakan suatu
pertumbuhan ekonomi. Salah satu solusi yang dikemukakan oleh Rostow yakni
Negara-negara berkembang memerlukan bantuan investasi dari Negara-negara kaya
(melaui PMA). Di samping itu, untuk investasi dalam negeri, Negara berkembang
memerlukan bantuan dalam bentuk hutang luar negeri, selain bantuan teknologi,
peningkatan tingkat pendidikan dan penurunan angka kelahiran. Strategi industrialisasi diarahkan kepada produksi
barang-barang subtitusi impor pada tahap awal, kemudian disusul oleh produksi
berorientasi ekspor.
Adapun
kebijakan, model, dan strategi pembangunan nasional menurut teori modernisasi
(ekonomi makro) itu sendiri. secara spesifik, seperti terlihat pada tabel di
bawah ini.
Kebijakan, Model dan
Strategi Pembangunan Nasional Menurut Teori Modernisasi[3]
Aspek Pembangunan
|
Langkah-Langkah yang
Ditempuh
|
Kebijakan
|
1)
Pembangunan ekonomi pada skala makro
(investasi besar untuk penyerapan angkatan kerja)
2)
Menciptakan pertumbuhan ekonomi
nasional melalui Penanaman Modal Asing (PMA) dan bantuan dana/hutang luar
negeri
|
Model
|
1)
Hubungan positif antara pertumbuhan
ekonomi (PDB/GNP) dengan hutang luar negeri,PMA,Penanaman modal dalam negeri
(PMDN) dan pembangunan infrasturktur ekonomi makro
|
Strategi
|
1)
Menurunkan angka kelahiran dan
pertumbuhan penduduk, agar pertumbuhan ekonomi meningkat
2)
Industrialisasi melalui PMA
3)
Menerima hutang luar negeri untuk
investasi dalam negeri agar tercipta trickle-down
effect
4)
Mengembangkan industry subtitudi
impor, untuk mengurangi ketergantungan kepada impor barang konsumsi
(defensif)
5)
Membangaun industri berorientasi
ekspor untk memperoleh devisa (ofensif)
6)
Membangun infrastruktur ekonomi
|
Meskipun kebijakan,model dan strategi pembangunan
nasional diatas telah di adopsi sepenuhnya oleh Negara-negara dunia ketiga
lainnya namun, pada kenyataannya tidak semua Negara berhasil melakukan
pembangunan nasionalnya. Cenderung setelah menerapkan kebijakan tersebut
seperti menerima Penanaman Modal Asing (PMA) secara besar-besaran dan menerima
bantuan luar berupa hutang luar negeri, Negara justru mengamalami “ketergantungan
abadi” pada Negara donatur. Begitu pun dengan penerapan kebijakan,model, dan
strategi lainnya yang juga tidak efektif dalam mendorong pembangunan nasional.
Kegagalan Negara-negara dunia ketiga
menerapkan model, strategi dan kebijakan di atas lebih disebabkan oleh faktor
internal masing-masing Negara. Dalam artian bahwa berhasil tidaknya pembangunan
dalam suatu Negara sangat tergantung pada faktor internal. David Mc Clelland
salah satu ahli yang mengusulkan konsep need
of achievement (n-ach) atau kebutuhan untuk berprestasi. Teori ini
mengatakan bahwa proses pembangunan berarti membentuk manusia yang berjiwa
wiraswasta dengan jiwa n-ach yang
tinggi. Berarti bahwa pembangunan suatu Negara sangat tergantung pada
manusi/masyarakat dalam Negara itu sendiri. Teori Harrold-Domar, masih menyoroti
masalah internal yang dapat menyokong pembangunan suatu Negara. Teori ini
menyatakan bahwa pembangunan hanya dapat berlangsung dengan baik bilamana
tingkat tabungan masyarakat maupun devisa Negara cukup untuk melakukan
pembangunan. Teori yang paling klasik yakni teori Max Weber. Teori ini
menekankan nilai-nilai budaya yang bisa memberikan etos kerja yang tinggi. Max
Weber berbicara masalah tentang peran agama, terutama konsepnya yang sudah
menjadi klasik, yakni etika protestanisme. Menurutnya hal inilah yang membawa
masyarakat Eropa Barat dan Amerika Serikat pada kemajuan. Ketersediaan tenaga ahli dan terampil Bert F. Hoselitz dalam karyanya,“Economic Growth and Development:Noneconomic
Factors in Economic Development” merupakan salah satu faktor penting yang
dibutuhkan dalam pembangunan.[4]
Pada akhirnya, walaupun Negara-negara
dunia ketiga menerapkan semua solusi yang ditawarkan di atas, akan tetapi
masalah internalnya seperti etos kerja yang kurang, jiwa n-ach tidak ada, tabungan tidak memenuhi maka, pembangunan tetap
akan tidak berhasil.
Solusi lain yang ditawarkan oleh teori
modernisasi yakni pembagian kerja secara internasional (spesialisasi produk
Negara) misalnya dengan pembagian Negara industri dan Negara agraris. Hal ini
dimaksudkan agar cost production
dapat ditekan sehingga harga lebih murah dan setiap Negara yang melakukan
perdagangan internasional mendapatkan keuntungan dan meleburkan diri dalam
ekonomi dunia.
Solusi di atas pun, pada kenyataanya
hanya sebuah teori yang tidak diimplementasikan dalam perdagangan
internasional. Setiap Negara cenderung memproduksi beberapa produk yang juga
diproduksi oleh Negara lain. Negara yang unggul dalam produk tertentu misalnya
komoditi jagung dan gandum, tentu tidak mau melakukan spesialisasi produk
tersebut. Dengan dasar pemikiran bahwa komoditas jagung dan gandum memiliki
nilai jual lebih rendah dibandingkan dengan nilai jual teknologi seperti televisi. Konsep
spesialisasi diatas bukan merupakan suatu konsep yang baru. David Ricardo
terlebih dahulu mengusulkan konsep yang hampir sama. Akan tetapi, pada
kenyataanya konsep tersebut tidak efektif untuk diberlakukan dalam perdagangan
internasionl.
Studi Kasus:
Pembangunan Thailand dan India
Perekonomian dunia selalu memberikan kejutan-kejutan
besar, seperti yang terjadi di Negara-negara Amerika Latin pada awal 1960-an.
Beberapa Negara seperti Brasil, Argentina, Chili, Venezuela dan beberapa Negara
lainnya menikmati pertumbuhan ekonomi yang sangat tinggi. Negara-negara
tersebut pada umumnya memiliki GNP yang meningkat dengan cepat dari tahun ke
tahun, seperti Brasil yang memiliki GNP mencapai……. Namun, pertumbuhan ekonomi
mereka tidak disertai dengan pemerataan pendapatan, peningkatan kualitas hidup
dan keadilan sosial dan berkesinambungan serta pembangunan yang
berkesinambungan. Hal tersebut menyebabkan pertumbuhan ekonomi Negara-negara
Amerika Latin tidak berlangsung lama dan dengan mudah mengalami resesi ekonomi
pada awal 1980-an. Resesi ekonomi yang melanda Negara-negara Amerika Latin
ternyata berimbas pada pertumbuhan ekonomi Asia.
Meski terkena efek krisis generasi pertama dari
Amerika Latin, namun perkonomian Negara-negara di Asia tetap menunjukkan
pertumbuhan yang gemilang. Pembangunan negara-negara di Asia yang mengandalkan
Penanaman Modal Asing (PMA), bantuan asing berupa hutang luar negeri, Penanaman
Modal Dalam Negeri (PMDA). Secara umum mereka mengadopsi teori modernisasi.
Dalam jangka waktu yang singkat ekonomi Asia menunjukkan pertumbuhan yang sangat
signifikan. Hal tersebut terlihat dari GNP beberapa negara seperti Thailand,
Korea Utara, Malaysia, Singapura, Indonesia, yang meningkat sekitar 8-12% per
tahunnya.
Keberhasilan pertumbuhan ekonomi khusunya Thailand
sekitar 10% pertahunnya, ternyata bukan jaminan bagi keberhasilan pembangunan
ekonomi yang berkelanjutan. Sama seperti pertumbuhan ekonomi negara-negara
Amerika Latin, pertumbuhan ekonomi Thailand juga tidak di sertai oleh
pemerataan pendapatan, peningkatan kualitas hidup, kerusakan lingkungan dan
keadilan sosial yang berkesinambungan. Sehingga kejayaan pertumbuhan ekonomi
hanya bertahan dalam jangkat waktu yang cukup singkat antara 1980-an -1998.
Tepatnya 1 Juli 1998, ekonomi Thailand ambruk ditandai dengan jatuhnya Bath
pada titik terendah sepanjang 18 tahun. Pembangunan ekonomi Thailand yang
sepenuhnya mengandalkan investasi asing berakhir dalam seketika oleh ulah para
spekulan. Proses pemulihan ekonomi pun berlangsung dengan sangat lambat karena
stabilitas politik dan keamanan juga tidak mendukung.
Besar kemungkinan penerapan modernisasi di Thailand
tampak kurang serasi, karena pemahaman akan konsep modernisasi ini tidak
seperti yang dimaksudkan oleh konsep itu sendiri. Karena itu pula landasan
berpikir dan penggunaan teori dalam konsep pembangunan masyarakat dengan
modernisasi tampaknya kurang mendasar. Tidak mengherankan apabila kemudian
pembangunan yang telah dilakukan selama bertahun-tahun itu bisa terpuruk
seketika oleh peristiwa moneter, yang keadaan itu bisa menunjukkan bahwa model pembangunan
adalah tidak mendasar dan berakar pada masyarakat Thailand.
Berbeda halnya dengan India yang baru mulai
melakukan reformasi ekonomi sejak 1991 dengan meliberalisasi pasar dalam
negerinya serta member peluang lebih besar pada investor asing untuk masuk.
Kebijakan mereka juga mengikuti Teori Modernisasi. Reformasi ekonomi ini mulai
terlihat hasinya dengan kemampuan India mempertahankan pertumbuhan ekonomi
rata-rata 7 % sejak 1994. Word Bank dalam laporannya tahun 2005 menyebutkan
kalau India telah masuk di urutan 12 negara paling kaya di Dunia dengan
Pendapatan Domestik Bruto (PDB) mencapai 786 milliar dolar AS dan melampaui
Rusia, Australia dan Meksiko.[5]
Keberhasilan ekonomi lainnya terlihat pada cadangan mata uang asing India pada
tahun 2005 mencapai 143 milliar dollar AS telah jauh melampaui hutang luar
negerinya sebesar 122 milliar dolar AS.[6]
Pada tahun 2007 India adalah negara dengan tingkat pertumbuhan ekonomi tercepat
kedua di dunia setalah Republik Rakyat
Cina yang mencapai 9,2%.[7]
Secara perlahan India juga melakukan pemerataan
pendapatan yang cukup baik. Tercatat …%. Salah satu upaya pemerintah India
dalam pemerataan pendapatan yakni sebagian besar investasi asing itu dialihkan
kepada sektor UKM. Strategi pemerintah India yang memprioritaskan sektor UKM,
merupakan strategi yang cukup baik. Mengingat banyak negara yang mengalami
resesi ekonomi dengan cepat karena hanya memperkuat sektor manufaktur dan jasa
sedangkan sektor UKM terkesan diabaikan. UKM di India merupakan salah satu
basis ekonomi yang cukup kuat dan dapat menjadi fondasi tanggu bilamana terjadi
resesi global. Salah satu hal ini pula yang membedakan Thailand dengan India
dalam proses pembangunanya.
Meskipun India belum sepenuhnya mencapai tahap
tertinggi atas pembangunan nasionalnya, tetapi setidaknya India memiliki basis
ekonomi yang cukup lebih baik dan siap menghadapi persaingan global dibandingan
dengan Thailand pada masa keemasaanya. India tidak hanya menunjukkan
keberhasilannya dalam pertunbuhan ekonomi, namun juga pada aspek pertahanan
keamanan dan stabilitas yang lebih baik. Strategi pembangunan dari bawa (dari
masyarakat menegah ke kebawa) ke atas (masyarakat menegah ke atas) terlihat
berjalan sangat rapi dan baik
[1] Alejandro Portes.1976. “On the Sociology of National Development: Theories and Issues”. American
Journal of Sociology 82:64-74
[2] Dedi
Tikson. “Teori Pembangunan di Indonesia,
Malaysia dan Thailand:Keterbelakangan
dan Ketergantungan”. Makassar:Inninnawa.2005. Hal 37
[3] Dedi Tikson. “Teori Pembangunan di Indonesia, Malaysia
dan Thailand:Keterbelakangan dan
Ketergantungan”. Makassar:Inninnawa.2005. Hal 39.
[4] Rino A. Nugroho, “Teori Modernisasi: Perspektif Arif Budiman”. http://rinoan.staff.uns.ac.id/wp-content/blogs.dir/58/files//2008/10/teori-modernisasi-perspektif-arief-budiman.pdf.
diakses tanggal 22 September 2010 pukul 11.00 WITA.
[5] Teuku
Zulkaryadi, “Daya Pikat Negeri
Bollywood”. www.aksesdeplu.com/daya%20pikat%negeri%bollywood.htm, diakses tanggal
22 September pukul 11.45 WITA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar