Memberantas
korupsi adalah suatu tanggung jawab yang sangat berat dan sarat dengan resiko
bahaya dari lingkungan politik baik dalam internal institusi maupun lingkungan
eksternal. Utamanya bagi pimpinan tertinggi dalam lembaga seperti Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK).
Meskipun
demikian, pekerjaan itu sepertinya sangat menantang dan menarik. Mengingat
kondisi Indonesia yang saat ini begitu “memprihatinkan karena korupsi”, maka
mungkin tidak sedikit orang Indonesia tertarik untuk menjadi bagian dari KPK,
termasuk saya.
Namun,
terkadang karena rakyat Indonesia sudah sangat bosan mendengar banyaknya kasus
korupsi yang tak kunjung selesai, seperti terdapat kasus korupsi yang sudah 20
tahun namun belum juga selesai, maka tak heran jika begitu banyak rakyat
Indonesia yang memiliki ide-ide yang sangat ekstrim bahkan tak jarang “tidak logis”
untuk diterapkan dalam penyelesikan kasus korupsi.
Menjabat
sebagai ketua KPK, tentu saja di perhadapkan dengan realitas kehidupan
berbangsa yang sebenarnya. Terdapat berbagai regulasi berupa UU yang mengatur
tugas, fungsi dan kewanangan KPK, juga terdapat aktor-aktor politik dan bisnis
yang bersebrangan dengan visi dan misi KPK. Oleh karena itu, penyelesaian
korupsi bukan suatu hal yang bisa selesaikan dengan “berhayal”.
Jika
suatu saat saya memiliki kesempatan untuk menjadi ketua KPK maka, hal pertama
yang akan saya lakukan adalah membuat target pemberantasan korupsi sampai
dengan tahun 2020. Dalam jangka waktu 8 tahun tersebut, KPK harus mampu
menyelesaikan setidaknya 92% kasus korupsi di Indonesia. Baik kasus korupsi
peninggalan Orde Baru hingga kasus yang terjadi sampai 2020. Utamanya kasus grand corruption dan yang langsung
menggangu atau bersinggungan dengan kepentingan nasional (national interest). Yang tak kalah penting adalah KPK harus mampu
mempengaruhi maindset para pejabat
dan generasi muda bahwa korupsi itu merupakan perilaku yang harus dihindari
karena merupakan ekstraordinary crime. Melalui
tindakan deteksi dini terhadap setiap kasus korupsi maka, setidaknya akan
memberikan efek jerah kepada pelaku maupun calon bibitnya.
Target
penyelesaian 92% kasus korupsi dalam rentan waktu delapan tahun akan dibagi
menjadi dua tahapan. Tahapan pertama (empat tahun pertama) yang ditargetkan
mencapai angka 54% dengan sasaran lembaga Kementrian, DPR dan BUMN. Sedangkan
tahapan kedua mencakup tiga institusi penting negara yaitu Kejaksaan Agung,
Polri, Pemda, dengan porsi 38%.
Berdasarkan
hasil analisis audit BPK 2008-2010, menunjukkan bahwa dari 83 kementrian dan
lembaga negara, sembilan kementrian masuk menduduki sepuluh besar yang dianggap
paling berpotensi terkorup termasuk Kemkeu. Dan sampai Juni 2012, kondisi
tersebut sepertinya tidak jauh berubah. Hal serupa juga terjadi di DPR baik
pusat maupun daerah yang masih sangat suka rela melakukan korupsi seperti yang
baru-baru lontarkan oleh Dahlan Iskan bahwa terdapat sejumlah anggota DPR yang
memeras BUMN. BUMN sendiri sepertinya tidak lepas dari praktek korupsi meski
jumlahnya masih sedikit.
Kementrian,
DPR dan BUMN adalah tiga instansi penting dalam pembangunan nasional, oleh
karena itu harus segera disterilkan.
Langkah
pertama untuk mencapai target menyelesaikan sekurang-kurangnya 54% kasus
korupsi pada empat tahun pertama yaitu dengan meningkatkan SDM dan membangun
semangat kerja seluruh aparat di KPK pusat dan daerah. Dengan dukungan
tersebut, saya akan menggunakan UU terkait kewenangan KPK sebagai instrument
untuk memaksimalkan pencapaian target pemberantasan korupsi
Sesuai
dengan kewenangan yang miliki oleh KPK pada Bab II pasal 7 UU No. 30 tahun 2002
Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, maka sebagai ketua KPK,
saya akan dapat meminta informasi tentang kegiatan pemberantasan tindak pidana
korupsi dan meminta laporan instansi terkait mengenai pencegahan tindak pidana
korupsi, secara cepat dan detail. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) adalah salah
satu lembaga yang akan saya ajak untuk berkerjasama. Dengan kapasitas yang
dimiliki oleh BPK dan dengan dukungan data dari lembaga tersebut, akan
ditangani dan dianalisis oleh seluruh staf ahli KPK dan diikuti dengan tindakan
penyidikan, termasuk didalamnya yaitu penyadapan.
Pasal
12a UU No. 30 tahun 2002 (sesuai hasil revisi) tentang penyadapan sangat
memungkinkan KPK memaksimalkan deteksi dan penyelidikan terhadap berbagai
indikasi maupun kasus korupsi yang sedang dalam penyelidikan, tanpa harus
meminta izin tertulis terlebih dahulu kepada kepala pengadilan negeri.
Dengan
penaganan korupsi secara cepat dan tepat, maka KPK dalam penyelesaian setiap
kasus korupsi dapat mengefisienkan waktu dan dana.
KPK
dibawa pimpinan saya, akan melakukan pendekatan ke Polri dan Kejaksaan Agung
sebagai upaya untuk mendorong tugas dan fungsi KPK secara optimal. Hal ini
penting terkait sejumlah UU yang
mengatur ataupun terkait dengan KPK seperti, UU No. 28 Tahun 1999, UU No. 31
Tahun 1999, UU No. 20 Tahun 2001, UU No. 30 Tahun 2002 Bab II pasal 6 dan 7 bagian a, UU No. 8 Tahun
2010, UU No. 6 Tahun 2011, dalam upaya pemberantasan korupsi, KPK selalu
dituntut untuk melakukan koordinasi dengan instansi terkait yang juga berwenang
melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi seperti Polri dan Kejaksaan
Agung.
Saya
tidak akan membiarkan satu pun kasus korupsi dalam prosesnya penyidikannya
dibiarkan berlarut-larut. KPK harus segera mengambil ahli semua penyidikan
lanjutan atas kasus korupsi yang tidak segera ditindaklanjuti oleh Pengadilan
negeri ataupun Kejaksaan Agung. KPK akan memberikan tenggang waktu satu bulan
setelah kasus itu diajukan dan jika tidak di tindaklajuti, maka akan segera
diambil ahli kembali oleh KPK.
Strategi
penting lainnya adalah akan diberikan reward
kepada setiap pelapor adanya indikasi korupsi di lembaga manapun sesuai dengan
porsinya masing-masing dengan jaminan kerahasiaan identitas pelapor. Jika pelapor
atau saksi hanya melaporkan tanpa ada bukti, maka akan diberi reward berupa
pemberian poin satu untuk satu kasus. Akan tetapi, bila laporan tersebut
disertai dengan bukti maka akan diberikan dua poin Setelah terkumpul 20 poin, maka
pegawai tersebut akan dinaikkan pangkat satu tingkat. Dalam hal ini, KPK
terlebih dahulu harus bekerja sama dengan Kemendag, atau melalui Presiden KPK
dapat mengajukan usulan untuk kenaikan pangkat bagi setiap pegawai yang
berpartisipasi dalam pemberantasan korupsi.
Dan
untuk mencegah terjadinya korupsi diberbagai lembaga, saya akan melakukan
pengkajian terhadap sistem pengelolaan administrasi di semua lembaga negara dan
pemerintah untuk melihat celah atau peluang terjadinya korupsi di lembaga
tersebut sekaligus menyarankan untuk mengubah sistem pengelolahan administrasi
yang berpotensi memunculakan terjadinya kasus Korupsi.
KPK
harus menekan setiap pejabat negara tak terkecuali untuk melaporkan kekayaannya
per triwulan kepada KPK, dengan membuat regulasi.
Guna
pencapaian target 54% penyelesaian kasus korupsi pada empat tahun pertama,
dapat di dukung dengan upaya-upaya berikut;
pertama, dengan memanfaatkan
prinsip Independen yang dimiliki oleh KPK yang juga dibawahi langsung oleh
Presiden, maka saya akan mengusukan dibentuknya Tim Intelijen KPK (TIK). TIK
ini akan berada langsung dibawah KPK tanpa ada intervensi dari lembaga lainnya.
Pembentukan TIK ini sepertinya akan bisa untuk disetujui oleh Presiden, tapi
tidak mungkin disetuji oleh DPR. Oleh karena itu, KPK dapat membentuk TIK ini
tanpa koordinasi dengan DPR ataupun Presiden sekalipun.
Kedua;
KPK akan memperluas kerjasama bilateral dengan negara-negara yang berhasil memberantas
korupsi di negaranya seperti Hongkong dan berbagai negara lainnya sebagai upaya
untuk mendeteksi tindak pidana money
laundering koruptor Indonesia.
Ketiga;
saya akan menanamkan prinsip untuk tidak tebang pilih kasus dengan mengutamakan
penanganan yang cepat dan tepat, kepada semua patner saya di KPK.
Target Kedua di dalam pemberantasan korupsi yang
akan menjadi sasaran saya adalah Polri, Kejaksaan Agung dan Pemda.
Saya
sengaja menempatkan lembaga-lembaga ini sebagai sasaran kedua karena KPK tidak
mungkin bisa bergerak sendiri dan bisa “survive”
dalam penagangan praktek korupsi baik secara regulative maupun secara alamiah
dalam penyelesaian kasus korupsi di Kementrian, DPR dan BUMN.
Polri,
Kejaksaan Agung dan Pemda, merupakan ketiga lembaga yang tidak luput dari
tindak pidana korupsi. Polri pernah dinobatkan sebagai salah satu instansi
terkorup. Sedangkan Kejaksaan Agung dalam empat tahun terakhir merupakan juara
pertama lembaga negara terkorup sesuai dengan analisis audit BPK. Tak jauh
berbeda halnya dengan Pemda. Dimana pada semester I tahun 2012 oleh ICW
dikatakan bahwa tren korupsi lebih didominasi oleh pegawai Pemda. Hal ini dapat
dilihat dari total 597 tersangka, ternyata 283 orang diantaranya merupakan
pegawai di level pemerintah daerah.
Target
kedua ini memang sepertinya cenderung sulit mengingat KPK harus berhadapan
dengan sesama instansi penegak hukum utamanya dalam pemberantasan korupsi dan harus
berhadapan dengan begitu banyak kasus yang korupsi oleh Pemda.
Namun
tidak berarti tidak mungkin untuk melakukan pemberantasan korupsi di lembaga
ini.
KPK
dapat berpegang pada pasal 6c UU No. 30 tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi yang bertugas sebagai supervisi terhadap instansi yang
berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi seperti Polri dan
Kejaksaan Agung. Jadi, KPK dapat melakukan pengawasan atas lembaga tersebut.
Selain
itu strategi poin akan tetap saya berlakukan namun dengan format berbeda.
Karena para pemangku di Polri dan Kejaksaan Agung kemungkinan besar tidak akan
setuju jika terdapat peningkatan pangkat bagi anggota yang melaporkan indikasi
korupsi dan di satu sisi, anggota pun mungkin tidak akan berani karena takut
ketahuan oleh atasannya. Oleh sebab itu, KPK akan memberikan poin satu bagi
anggota yang yang melaporkan indikasi korupsi dan dua poin untuk bisa
menyertakan bukti dengan jaminan kerahasiaan identitas pelapor. Setelah poin
terakumilasi sebanyak 15 maka, akan ditukar dengan uang sejumlah Rp.
10.000.000,00. Rasanya jumlah tersebut
pantas untuk sebuah keinginan akan bersih dari korupsi.
Dan
anggota yang berhasil mengumpulkan akumulasi sebanyak 100 poin, maka akan
dianugerahi Penghargaan Pahlawan Anti Korupsi dari KPK.
Sedangkan
untuk pemberantasan korupsi di Pemda. KPK memberlakukan sistem reward sebagai strategi tambahan. juga
akan memberikan reward kepada setiap
pegawai daerah yang melaporkan adanya indikasi korupsi di instansi mereka
masing-masing, dengan jaminan kerahasiaan identitas pelapor. Sistem pemberian
reward akan sama halnya dengan yang berlaku untuk Kementrian, DPR dan BUMN.
Penulis: Naota A. Parongko
Tidak ada komentar:
Posting Komentar