Politik Luar Negeri Indonesia Ke Amerika Latin dan Karibia
Kebijakan
politik luar negeri Indonesia beberapa tahun terakhir utamanya pada masa
pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudoyono
sesuai dengan konsep concentric
circles.
Kawasan
Amerika Latin & Karibia terdiri dari negera-negara berkembang dengan
kepadatan penduduk yang cukup padat. Dengan luas wilayah sekitar 25.089.401
km2, kawasan ini mengandung potensi sumber daya alam yang melimpah, terutama
hasil tambang energi dan mineral. Meskipun demikian, sebagian besar negara di
kawasan ini masing tergolong miskin. Dari 26 negara, ada sekitar enam
negera yang baru mulai mencoba mengeksplor SDA tersebut salah satunya dengan
kebijakan nasionalisasi.
Potensi yang dimiliki Kawasan tersebut baik potensi
SDM dan SDA, khususnya Brazil, Chile, dan Uruguay, menjadi pertimbangan bagi
Indonesia untuk menjalin hubungan kerjasama. Tidak hanya itu, ketiga Negara
tersebut utamanya Chile memiliki stabilitas politik dan kebijakan ekonomi yang
mendukung akan terjadinya kerjasama dengan Indonesia. Berbeda dengan halnya
dnegan beberapa Negara lainnya yang mulai menutup diri dari Negara atau sangat
protektif. Kerjasama dengan tiga Negara tersebut diwujudkan dalam bentuk
kerjasama ekonomi perdagangan dan investasi.
Dalam rangka meningkatkan hubungan ekonomi dan
perdagangan dengan tiga Negara itu, pemerintahan SBY-JK telah menandatangani
beberapa kesepakatan dan pejanjian baik antara pemerintah maupun kalangan dunia
usaha. Dalam rangka mendorong hubungan ekonomi-perdagangan Indonesia-Brazil,
kedua pihak telah menjajaki kemungkinan dibentuknya komisi bersama
Indonesia-Brazil, disamping itu, telah diresmikan Camara De Camercio
Indonesia-Brazil (kamar dagang Indonesia-Brazil) di Sao Paolo; kesepakatan
dengan Chile mengenai “peningkatan dan perlindungan atas penanaman modal”
(Investment Guarantee Agreement) ditandatangani di Santiago. Secara umum
hubungan Indonesia dengan ketiga Negara tersebut cukup baik di masa SBY-JK.
Kendati neraca perdagangan kerjasama ekonomi Indonesia-ketiga negra tersebut
relative keci bila dibandingankan dnegan keadaan potensi yang dimilikinya.
Meskipun telah terjalin kerjasama yang cukup baik
antara Indonesia-ketiga Negara tersebut (Brazil, Chile, Uruguay), bukan berarti
tidak ada hambatan. Beberapa hambatan yang mewarnai hubungan kerjasama tersebut
yakni, pertama, berbagai persetujan yang telah dibuat sebelumnya belum dapa di
laksanakan secara maksimal, sehingga belum mampu memberikan dorongan yang
berarti bagi pengembangan potensi kerjasama; kedua, ekpor-impor antara
Indonesia-ketiga Negara tersebut pada umumnya masih dilakukan melalui Negara
ketiga (Singapura, Hongkong, Amerika Serikat). Disamping itu, masih banyak
poensi masing-masing Negara yang belum dikenal oleh para pengusaha karena
kontrak langsung masih belum banyak dilakukan, jarak yang cukup jauh dan belum
adanya jalur pengangkutan udara maupun laut yang langsung secara regular dan
semakin ketatnya persaingan untuk memasuki pasar dan tinggginya standar untuk
produk ekspor kesana; ketiga, kurang minat untuk mengadakan penjajakan potensi
masing-masng kerena jarak.
Adanya hambatan dalam meningkatkan hubungan
kerjasama Indonesia-ketiga Negara tersebut bukan berarti bahwa peluang
Indonesia untuk memperoleh keungtungan dan menggali potensi ketiga Negara
tersebut. Beberapa peluang Indonesia di ketiga Negara tersebut yakni; pertama,
peluang bagi produk ekspor Indonesia di Uruguay cukup besar. Hal ini mengingat
Uruguay mempunyai jumlah penduduk sekitar 3,3 juta namun, memiliki pendapatan
perkapita yang tinggi (mencapai US$ 4.000) dengan tingkat konsumerisme
penduduknya yang juga tinggi sehingga peluang bagi perusahaan Indonesia untuk
melakukan penetrasi ke pasar Uruguay; kedua, Chile adalah salah satu mitra
dagang utama Indonesia di Kawasan Amerika Latin. Berdasarkan hasil survey pasar
yang dilakukan oleh KBRI Santiago diperoleh informasi bahwa komoditi ekspor
Indonesia ke Chile cukup banyak dan diminati serta masih banyak produk-produk
Indoneisa yang juga memiliki potensi untuk memasuki pasar Chile seperti bahan
bangunan, alat kesehatan, handicraft dsb. Disamping itu, Chili memiliki
pertumbuhan ekonomi yang relative stabil yangmana merupakan kekuatan ekonomi
yang prospektif di kawasan Amerika Latin dan dapat dipergunakan sebagai pintu
gerbang ekspor barang-barang produk Indonesia di Kawasan tersebut; ketiga,
barang-barang ekspor Indonesia ke Brazil merupakan produk primer bernilai
tinggi. Brazil juga merupakn mitra dagang utama Indonesia di Kawasan Amerika
Latin.
Menurut penulis, Indonesia perlu memanfaatkan
berbagai peluang yang tersedia guan memperoleh keuntungan. Peluang-peluang
tersebtu dapat dicapai pemerintah melalui beberapa kebijakan dan strategi
diantaranya: pertama, memaksimalkan beberbagi perjanjian ekonomi-perdangan yang
telah dibuat sebelumnya, misalanya memanfaatkan perjanjian Kamar Dagang
Indonesia-Brazil; kedua, meyakinkan ketiga Negara tersebut bahwa hubungan
kerjasama ekonomi dengan Indonesia tidak akan berdampak buruk bagi perekonomian
mereka layaknya kerjasama dengan Negara-negara barat yang cenderung
eksploitatif; ketiga, Presiden dan pejabat Negara lainnya harus meningkatkan
intensitas kunjungan kenegaraan guna menunjukkan betapa pentinganya ketiga
Negara tersebut; keempat, hindasri melakukan perdagangan melalui pihak ketiga
(Singapura,Hongkong, AS); kelima, peningkatan efektivitas dan efisiensi
produksi produk ekspor, sehingga bila memasuki pasar tidak akan menjadi mahal
dan dapat bersaing.
Secara umum, Indonesia harus terus mengintensifkan
hubungan dengan Negara-negara di kawasan Amerika Latin guna mengantisipasi
keterbukaan Negara di sana di masa depan, dalam artian melihat potensi mereka
menjadi suatu kekuatan regional ekonomi yang kuat layaknya Uni Eropa. Disamping
itu, Indonesia juga perlu menjalin hubungan kerjasama dengan Kuba yang
notabenenya merupakan jembatan untuk memasuki pasar Negara-negara di kawasan
Karibia. Hal itulah kenapa Indonesia harus terus menjalin hubungan kerjasama
dengan Kawasan tersebut.
Penulis; Naota A. Parongko
Tidak ada komentar:
Posting Komentar